Senin, 23 Desember 2024 |11:36 WIB
![]() |
Ketua
Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah menanggapi polemik kenaikan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN). Selasa (24/12/2024). (detiknews/Said Abdullah). |
ZLens, TANGERANG - Pagi itu, Siti Rahmawati berdiri dibalik meja toko ritelnya di sudut Jakarta Selatan.
Senyumnya tetap hangat, meskipun pikiran Siti sedang diselimuti oleh berbagai strategi untuk bertahan di tengah tantangan baru.
Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%, yang resmi berlaku awal tahun 2025, mulai menunjukkan dampaknya pada bisnis kecil yang ia jalankan selama bertahun-tahun.
"Kami paham, pemerintah membutuhkan pendapatan lebih untuk pembangunan," ucap Siti sambil melayani pelanggan.
"Tapi, kenaikan ini benar-benar berat bagi kami, terutama saat daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih." ungkap Siti.
Keputusan menaikkan tarif PPN, yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), membawa harapan besar bagi stabilitas fiskal negara.
Namun, bagi para pelaku usaha kecil seperti Siti, kebijakan ini ibarat dua sisi mata uang—di satu sisi mendukung pembangunan, di sisi lain menekan ruang gerak bisnis.
Siti mengamati perubahan nyata sejak pengumuman kebijakan ini.
Konsumen yang dulunya dengan mudah memasukkan barang-barang ke dalam keranjang belanja kini tampak lebih hati-hati.
"Mereka hanya membeli kebutuhan pokok dan sering menanyakan harga sebelum memutuskan," katanya.
Dalam menjalankan tokonya, Siti menghindari menaikkan harga secara drastis, Ia mencoba berbagai cara untuk menarik perhatian pelanggan, mulai dari diskon khusus hingga paket promosi.
Namun, itu tidak selalu cukup. "Kami tetap harus bersiasat agar bisnis ini tetap berjalan," ujarnya dengan nada yang penuh optimisme, meskipun raut wajahnya memancarkan sedikit kekhawatiran.
Harapan Siti tertuju pada dukungan pemerintah untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Menurutnya, insentif atau program pendukung bisa menjadi penyelamat di tengah kenaikan tarif ini.
Lebih jauh, ia berharap ada pengawasan lebih ketat terhadap harga barang pokok.
"Kami tidak ingin ada pihak yang memanfaatkan situasi ini untuk menaikkan harga seenaknya," tambahnya.
Di sisi lain, pemerintah menyatakan bahwa kebijakan ini diperlukan untuk menjaga stabilitas fiskal dan mendukung pembiayaan program strategis, seperti subsidi kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur.
Namun, para pengamat ekonomi mengingatkan bahwa perlindungan sosial bagi masyarakat berpenghasilan rendah harus menjadi prioritas agar dampak kebijakan ini tidak meluas menjadi beban ekonomi.
Bagi Siti, ada harapan besar pada reformasi pajak yang lebih menyeluruh.
"Daripada hanya menaikkan tarif, saya berharap pemerintah fokus meningkatkan kepatuhan pajak. Jika semua pihak berkontribusi dengan adil, penerimaan pajak pasti bisa meningkat tanpa harus membebani konsumen dan usaha kecil seperti kami," ujarnya penuh harap.
![]() |
Infografis kenaikan PPN yang dikhawatirkan Siti selaku masyarakat. (Zlens.id/Diky Muliantara) |
Penulis : Diky Muliantara
Editor : Mutia Samrotul Fuadah
Posting Komentar